YOGYAKARTA – Menuju Indonesia bebas kendaraan angkutan barang Overdimensi dan Overload (ODOL), Kementerian Perhubungan tidak main-main dalam memberantasnya.
Pembenahan Jembatan Timbang pun dilaksamakan, karena hakekatnya adalah keselamatan jalan dan kita semua.
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi, Umar Aris membuka kegiatan Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Transportasi Darat dengan materi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan serta Penegakan Hukum Terhadap ODOL, di Yogyakarta, Kamis (5/9/2019).
“Hakekat jembatan timbang minimal dua sasaran, yang pertama keselamatan orang dan atau barang, yang kedua keselamatan jalan itu sendiri,†kata Umar Aris di hadapan Korsatpel Jembatan Timbang seluruh Indonesia.
Menurutnya penegakan hukum yang efektif adalah apabila disadari dan ada komitmen jika memang melanggar suatu regulasi dan berdampak buruk maka harus ikhlas dan rela untuk tidak melakukannya (ODOL).
Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kemenhub, Wahjoe Adjie, mengatakan, selaku regulator, melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah memberikan pedoman terkait pengaturan angkutan barang dan penimbangan kendaraan yaitu dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaran Bermotor di Jalan.
Adjie berpendapat bahwa permasalahan ODOL berkaitan erat dengan kerusakan jalan, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang berujung pada masalah keselamatan.
Senada dengan hal tersebut Direktur Lalu Lintas Jalan, Pandu Yunianto, yang menjadi narasumber pada kegiatan tersebut mengatakan, di Jalan Tol itu kemacetan penyebabnya ODOL, sebagai contoh ada kendaraan truk pasir kecepatannya hanya 30-40 km/jam, jalan beriringan.
Selain menyebabkan kemacetan lalu lintas, truk ODOL juga menyebabkan kecelakaan. Kata Pandu, “Kecelakaan beruntun di Tol Cipularang beberapa hari yang lalu juga antara lain disebabkan oleh truk yang overload.â€
Dia memaparkan dampak ODOL diantaranya menyebabkan penurunan umur rencana pelayanan jalan dan jembatan serta fasilitas penyeberangan (ramp door kapal patah), terganggunya kelancaran lalu lintas, kecelakaan, tingginya biaya operasional mobil barang, serta meningkatnya biaya logistik nasional.
“Terkait dengan penegakan hukum, ketentuan pidana tidak hanya dikenakan pada pengemudi truk tetapi juga kepada pemilik kendaraan. Selain itu besaran denda diusulkan dihitung pada nilai maksimal, dengan prinsip membebankan nilai kerugian per kilometer untuk tiap ton kelebihan muatan dan besaran denda dihitung secara akumulasi,†urainya.
Menurut Pandu, regulasi tentang lalu lintas dan angkutan jalan saat ini masih terdapat beberapa kelemahan sehingga perlu disempurnakan. Jembatan Timbang pun perlu direvitalisasi yaitu dengan penerapan teknologi informasi, review lokasi, penambahan area parkir untuk transfer muatan, tata cara transfer muatan, dan juga peningkatan kualitas SDM Jembatan Timbang.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 150 orang peserta dari Korsatpel Jembatan Timbang, perwakilan BPTD (Balai Pengelola Transportasi Darat) seluruh Indonesia, Dinas Perhubungan Provinsi, asosiasi dan stakeholder terkait serta kalangan akademisi.