PERHUBUNGAN – Guna memperbarui regulasi yang mengatur mengenai penyelenggaraan angkutan barang, Kementerian Perhubungan telah menetapkan Peraturan Menteri Nomor PM 60 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor di Jalan pada 11 September 2019.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Cucu Mulyana pimpin Sosialisasi si Batam, Kamis (31/10/2019).
Dia menyatakan bahwa pihaknya menyusun PM 60/2019 guna memutakhirkan perkembangan angkutan barang yang sudah jauh melangkah pesat.
“Terakhir tentang angkutan barang kita susun peraturan yaitu di KM 69 Tahun 1993 , sekarang sudah tahun 2019 berarti kan sudah 25 tahun lebih. Apalagi penyelenggaraan angkutan barang telah mengalami banyak perubahan selama ini. Semestinya dengan aturan baru ini ketertiban, kelancaran, dan operator juga lancar dalam menjalankan bisnisnya,†urai Cucu.
PM 60/2019 ini menggantikan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun 2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan.
Latar belakang disusunnya PM 60/2019 selain belum tersedianya database perizinan angkutan barang lainnya karena terjadinya pertumbuhan kawasan industri serta produksi yang berkembang, maupun peningkatan jumlah kebutuhan barang sebagai dampak pertumbuhan penduduk.
“Saya yakin tentu banyak ide dan gagasan yang belum terakomodir dalam PM 60/2019 ini. Namun bila selama diimplementasikan masih ada yang mau dikoreksi, tidak masalah, nanti dapat kita sesuaikan. Kami juga terbuka untuk masukan dari berbagai pihak atas PM 60/2019,†tuturnya.
Ada beberapa substansi baru dalam PM 60/2019 jika dibandingkan dengan regulasi pendahulunya KM 69/1993 yakni mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM), Sistem Manajemen Keselamatan (SMK), pengawasan, kompetensi awak kendaraan, dan tarif angkutan barang yang sekarang dijabarkan dalam PM 60/2019.
Kepala Subdirektorat Angkutan Barang Direktorat Angkutan Jalan Saiful Bahri menambahkan, tarif angkutan barang memuat harga pemakaian jasa angkutan barang berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.
“Tarif angkutan barang ditentukan oleh faktor berat/volume muatan yang diangkut, jenis muatan yang diangkut, serta waktu dan/atau jarak pengiriman muatan yang diangkut,†ujarnya.
Selain itu tentang awak kendaraan dijelaskan yaitu baik pengemudi utama dan cadangan mobil barang yang membawa muatan khusus, diharuskan memiliki kompetensi sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut sesuai uji Kompetensi Standar Internasional.
Sementara mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Barang yakni persyaratan penyelenggaraan angkutan barang dengan kendaraan bermotor di jalan mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh.
“SPM angkutan barang diantaranya yaitu kondisi dan kompetensi pengemudi, sistem pemosisi global/ GPS, umur kendaraan, E-logbook, surat muatan, alat pemadam api ringan (APAR), dan ketentuan lainnya,†ujarnya.
Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) pada angkutan barang merupakan bagian dari manajemen perusahaan yang berupa tata kelola keselamatan yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum secara komprehensif dan terkoordinasi dalam mewujudkan keselamatan dan mengelola resiko kecelakaan.
Selain itu dalam acara yang sama juga turut disosialisasikan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: KP.3996/AJ.502/DRJD/2019 tentang Alat Pemantul Cahaya Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan yang disampaikan Avi Mukti Amin, Kasubdit Manajemen Keselamatan.
“Ada beberapa urgensitas mengapa perlu alat pemantul cahaya tambahan misalnya karena tingginya angka kecelakaan tabrak belakang atau tabrak samping kendaraan. Biasanya kecelakaan tersebut akibat pengemudi tidak melihat adanya kendaraan di depan, karena keadaan lingkungan yang gelap. Kemudian ada studi kasus di beberapa negara yang menunjukkan angka kecelakaan tabrak belakang dan samping dapat dicegah dengan pemasangan alat pemantul cahaya tambahan,†papar Avi.
Alat pemantul cahaya berupa stiker akan dipasang pada mobil barang mulai dari 7.500 kg dan/atau konfigurasi sumbu 1.2 seperti pada mobil bak muatan terbuka, mobil bak muatan tertutup, mobil tangki serta pada kereta gandengan dan kereta tempelan.
“Mobil bus dan mobil penumpang tidak wajib dipasang alat pemantul cahaya berupa stiker. Pemasangan stiker ini nantinya dipasang pada bagian bawah dan full pada bagian belakang mengikuti bentuk bak atau box atau tangki,†ucap Avi.
Dalam acara ini hadir pula perwakilan dari asosiasi seperti Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Organisasi Angkutan Darat (Organda), Asosiasi Semen Indonesia, hingga Asosiasi Logistik Indonesia